Cimahi-Dago Pelajaran Sebuah Kepedulian
Janji bersilahturahmi ke Cimahi tunai dibayarkan. Masih ada kelelahan dan sedikit kantuk Senin pagi hari ini.
Pertama kali berbicara mewakili keluarga a.n Almarhum, ada sedikit gugup, dan itu biasa, wajar. Untung saja perwakilan dari pihak perempuan sangat lebur, mencairkan semua kebekuan formalitas.
Setelah saling kenal-mengenalkan antar keluarga, sambut-menyambut mutiara kata, tibalah pada point yg sempat menjadi keraguan kami untuk mengambil keputusan persetujuan secepatnya.
Sebelum bersilahturahmi kepada calon besan perempuan, aku dan abang iparku yang asli Garut tapi lahir di Bandung mengunjungi uwak Enjang di Dago Timur terlebih dahulu. Cimahi - Dago, jarak yang ditempuh dengan motor menjadi cerita lain bagi kami. Bandung yang menggeliat, lalu-lintas yang bingung, meng-keder-kan Abang dan benar-benar merasakan yang namanya keliling-liling kota. :D
Belajar Tua, istilah yang biasa aku dengar sebagai nasehat Ibu Mertua sepeninggal Almarhum, kerap membuat maju-mundur gerak langkahku menuju sebuah kedewasaan. Ngeh, kenapa mereka disebut Orang Tua. ;)
Uwak Enjang dengan segudang rumusan hidupnya memperkaya wawasan pola pikirku tentang "Orang Tua". Mengambil keputusan dengan bijak tidaklah mudah dan tidak secepat pedasnya cabe yang langsung terasa seketika terkunyah.
"Udah dinikahkan saja", keraguanku beranjak sirna. Pandangan-pandangan Uwak menggiring aku pada sebuah kesimpulan. Kemapanan seseorang bukan pada materi yang melingkupinya tapi pada seberapa jauh getar-rasa kepedulian kita pada sekeliling kita. Sebuah ikatan positif yang kuat dari masing-masing sumber getar-rasa kepedulian yang kita miliki dan terpancarkan serta ditangkap dengan baik.
Kondisi Arief, meski sudah ada rumah (tukar guling Cimahi dengan yang di Dago Timur) peninggalan Almarhum, tetapi masih berhutang dua semester untuk menyelesaikan kuliahnya dan belum bekerja, serta baru memulai usaha sempat membuat kami khawatir untuk perencanaan menikah. Namun bagi Uwak Enjang itu dianggap bukanlah suatu halangan untuk memulai hidup baru. Kekhawatiran kami sirna perlahan saat perwakilan dari keluarga perempuan menceritakan pengalaman hidup berumah-tangganya yang mengingatkanku pada cerita pengalaman hidup Uwak Enjang sendiri. Uwak sempat berkelakar saat menceritakannya, "Mungkin Aap (panggilan kecilnya) mengikuti jejak Uwak". :D
Alhamdulillah semua lancar. Hidup, mati, jodoh ditangan Tuhan. Bila ada orang mati segerakan kubur, ada datang jodoh segera nikahkan, ada kelahiran segerakan beri nama, guna menghindari hal-hal yang tidak di inginkan.
Memang manusia tidak ada yang ideal, tetapi bukan berarti kita tidak berusaha untuk menjadi yang ideal.