Komunikasi Seksual
Tulisan ini berdasarkan cerita yang berkembang di tempat kerja Yayang, 10 - 15 tahun yang lalu. Ketika itu Yayang cuma menjadi pendengar setia, belum memahami dengan benar, baik materi pembicaraan maupun arah dan maksud pembicaraan. Ya, itu dapat dimaklumi, karena pendidikan seks bagi keluarga Yayang adalah sesuatu yang tabu, tidak pantas.
Adat ketimuran, budaya, bahkan pemahaman sempit syariah menyebabkan perempuan mengambil posisinya cuma pada batas obyek. Dalam bahasa lain, membicarakan ketidak-puasan seksual, meminta kegiatan seksual, mewujudkan fantasi seksual, dan hal-hal seksual lainnya, adalah sesuatu yang tidak pantas, tabu.
Berbagi fantasi seksual (baca: selama masih frame syar’i) lalu mengkomunikasikannya dengan pasangan, tentu akan menumbuhkan rasa interaksi yang tinggi bagi kegiatan seksual masing-masing pasangan. Juga mengkomunikasikan tingkat kepuasan seksual pasca kegiatan seksual, tentu akan berdampak baik bagi kelangsungan kehidupan seksual itu sendiri.
Berdasarkan cerita-cerita yang kudengar dari Yayang, aku berkesimpulan bahwa, keutuhan sebuah Rumah Tangga salah satu indikatornya adalah komunikasi seksual. Hambatan komunikasi seksual adalah salah satu pemicu berkembangnya perselingkuhan, perilaku seks menyimpang bahkan perceraian.
Ada pendapat lain ?