ABOUT
Orang Biasa
Baihaqi 38 Tahun
Orang Biasa
1 Istri 3 Anak
Serpong Indonesia
Biasa aja...
bersahaja dalam keseharian
melaruti hari dengan harapan
mencoba menata asri
taman surga dihalaman hati
PREVIOUS POSTS
Salam Terakhir
Komentar
Free PHP Host
Rumah Cinta Keluarga Ra'uf II
Rumah Cinta Keluarga Ra'uf I
Bakpao Ramadhan
'Ngaso...
Ide
Pede
Obat "Kuat"

ARCHIVES
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
SHOUTBOX
SYNDICATE
RSS Atom

Subscribe with Bloglines
Cimahi-Dago Pelajaran Sebuah Kepedulian
Janji bersilahturahmi ke Cimahi tunai dibayarkan. Masih ada kelelahan dan sedikit kantuk Senin pagi hari ini.

Pertama kali berbicara mewakili keluarga a.n Almarhum, ada sedikit gugup, dan itu biasa, wajar. Untung saja perwakilan dari pihak perempuan sangat lebur, mencairkan semua kebekuan formalitas.

Setelah saling kenal-mengenalkan antar keluarga, sambut-menyambut mutiara kata, tibalah pada point yg sempat menjadi keraguan kami untuk mengambil keputusan persetujuan secepatnya.

Sebelum bersilahturahmi kepada calon besan perempuan, aku dan abang iparku yang asli Garut tapi lahir di Bandung mengunjungi uwak Enjang di Dago Timur terlebih dahulu. Cimahi - Dago, jarak yang ditempuh dengan motor menjadi cerita lain bagi kami. Bandung yang menggeliat, lalu-lintas yang bingung, meng-keder-kan Abang dan benar-benar merasakan yang namanya keliling-liling kota. :D

Belajar Tua, istilah yang biasa aku dengar sebagai nasehat Ibu Mertua sepeninggal Almarhum, kerap membuat maju-mundur gerak langkahku menuju sebuah kedewasaan. Ngeh, kenapa mereka disebut Orang Tua. ;)

Uwak Enjang dengan segudang rumusan hidupnya memperkaya wawasan pola pikirku tentang "Orang Tua". Mengambil keputusan dengan bijak tidaklah mudah dan tidak secepat pedasnya cabe yang langsung terasa seketika terkunyah.

"Udah dinikahkan saja", keraguanku beranjak sirna. Pandangan-pandangan Uwak menggiring aku pada sebuah kesimpulan. Kemapanan seseorang bukan pada materi yang melingkupinya tapi pada seberapa jauh getar-rasa kepedulian kita pada sekeliling kita. Sebuah ikatan positif yang kuat dari masing-masing sumber getar-rasa kepedulian yang kita miliki dan terpancarkan serta ditangkap dengan baik.

Kondisi Arief, meski sudah ada rumah (tukar guling Cimahi dengan yang di Dago Timur) peninggalan Almarhum, tetapi masih berhutang dua semester untuk menyelesaikan kuliahnya dan belum bekerja, serta baru memulai usaha sempat membuat kami khawatir untuk perencanaan menikah. Namun bagi Uwak Enjang itu dianggap bukanlah suatu halangan untuk memulai hidup baru. Kekhawatiran kami sirna perlahan saat perwakilan dari keluarga perempuan menceritakan pengalaman hidup berumah-tangganya yang mengingatkanku pada cerita pengalaman hidup Uwak Enjang sendiri. Uwak sempat berkelakar saat menceritakannya, "Mungkin Aap (panggilan kecilnya) mengikuti jejak Uwak". :D

Alhamdulillah semua lancar. Hidup, mati, jodoh ditangan Tuhan. Bila ada orang mati segerakan kubur, ada datang jodoh segera nikahkan, ada kelahiran segerakan beri nama, guna menghindari hal-hal yang tidak di inginkan.

Memang manusia tidak ada yang ideal, tetapi bukan berarti kita tidak berusaha untuk menjadi yang ideal.
Monday, August 30, 2004 
0 comments



Sang Lelaki Di Antara 100 Perempuan
Semalam nonton game Sang Lelaki, hihihi... ada tiga kontestan yang sama sekali tereliminasi tanpa unjuk kebolehan sebelumnya. Kecebur, basah-kuyup, didorong ke kolam oleh para angels, bidadari lokal yang menemani sang Host, seorang lelaki (idealnya sih perempuan) yang bersama Sang Lelaki pilihan tetap dalam keadaan kering hingga usai acara.

Game ini menurut gw...., asyik juga, bisa jadi bahan pelajaran buat mengetahui isi kepala, juga sedikit (apa banyak yah ?) nafsu para 100 perempuan, mengenai kriteria ideal Sang Lelaki. *inget... anak udeh dua !!!*

Beragam unjuk kebolehan, mulai dari baca puisi yang romantis, nyanyi (sambil megang mic sampe megang keyboards), ngelawak, mainin alat musik, sampai unjuk ke-Macho-an, hihihi... seru. Melihat seratus perempuan tergelak, tersenyum, terpesona, nafsu...kali yeee :-P , ada juga yang mencibir, banyak juga yang bengong...:D Yang pasti jadi ngingetin gw sama bokin... hihihi :)

Asli, seru. Ternyata ngga gampang buat ngerebut hati perempuan, membuat mereka terkesan, mempesona, membius imajinasi mereka. Ngga ada patokan, jadi inget pepatah jinak-jinak merpati... *taela*

Bagi gw, sampai sekarang ini, meski udah bebuntut dua, kadang buat gw untuk memahami Yayang juga ngga gampang-gampang amat, tapi juga ngga susah-susah banget. *bingung kan ?* :D Yang pasti di usia gw yang kepala tiga, perempuan itu bagi gw tetap makhluk yang unik, interaktif buat di pahami (ngga bisa bilang memahami perempuan, kalau kita ngga berinteraksi dengan mereka), juga... kita harus tahu, kapan kita mesti lembut, keras, macho, nyentrik, cool, berwibawa,... Subhanallah, bagi gw lelaki butuh perempuan, dan begitu sebaliknya.... hihihi Ya kan ? Ada pendapat lain ?
Friday, August 27, 2004 
0 comments



Cemburu
Makin kuat rasa sayang kita pada seseorang,
makin kuat pula rasa takut akan kehilangan dirinya,
manusiawi, bukan ?

***
Catatan kecil yang berarti besar bagi kamu, istriku.
Wednesday, August 25, 2004 
0 comments



Dahulu Aku Adalah Lelaki Jahat
Dahulu aku adalah lelaki jahat,
bagi kamu yang telah ku tinggalkan untuk dia yang terpilih
Dahulu aku adalah lelaki jahat,
bagi keraguanmu akan aku yang terus meragu
Dahulu aku adalah lelaki jahat,
bagi cintamu yang tumbuh seiring perlahan matinya cintaku kepadamu
Dahulu aku adalah lelaki jahat,
bagi sebuah keputusan besar yang membuatku kerdil dihadapanmu
Dahulu aku adalah lelaki jahat,
bagi kebodohan nafsu sesaatku akan dia dan selama pandainya kamu menata amarah akan aku
Dahulu aku adalah lelaki jahat,
bagi kebenaran intuisi cintaku yang tetap dan akan selalu salah bagi kamu dan lukamu

Dahulu aku adalah lelaki jahat,
yang kini mengerat bijak,
disenja usiaku yang tercekat,
malu melahap maaf yang melekat di jiwa-besarmu, erat

Dahulu aku adalah lelaki jahat,
yang kini terus mencintai dan akan tetap menyintainya,
yang kini mengasihi dan akan terus mengasihinya,
yang terus terusik akan kamu hingga tak ada lagi aku atau kamu

Dahulu aku adalah lelaki jahat,
masihkah aku ?
Tuesday, August 24, 2004 
0 comments



Cinta dan Uang
"Mo dikasih makan apa anak orang ?".
"Cinta aja mah ngga cukup !".
"Apalagi nanti kalo udah punya anak !".

Sebuah kekhawatiran akan sebuah prosesi berlayarnya biduk rumah-tangga mengarungi samudera kehidupan. Meski cinta punya kekuatan yang maha dahsyat, namun ia akan luluh-lantak dihadapan pragmatisme hidup. Uang diperlukan disini guna melengkapi ketidak-berdayaan cinta. Ibarat tubuh yang hidup, ada jasad juga harus ada ruh. Keduanya mutlak harus ada, saling melengkapi kekurangan fungsi dan guna masing-masing.

Ada kesan kontradiktif pada filosofi uang dan cinta. Ruh cinta adalah berkorban. Sedang uang adalah mencari korban, dengan kata lain mengorbankan. Cinta adalah wajah yang cantik menawan, sedang wajah uang begitu sadis menyeramkan. Cinta adalah positif dan uang adalah negatif.

Namun demikian, ada kalanya kita tak butuh cinta dan kadang ada saatnya kita hanya butuh cinta yang bicara. Uang dan cinta, bahagian yang tak terpisahkan, bagai sisi keping mata uang, juga bagai malam dan siang.

*****

Ada sedikit khawatir pada Arief (adik laki gw satu-2nya), yang udah ditegor sama BoNyok girl-friendnya. Meski sudah dijelaskan, kalau kuliahnya masih 2 semester lagi, belum bekerja, bisnis percetakannya belum mulai dan belum ketahuan lancar tidaknya, BoNyok Girl-friendnya tetap meminta guna menghindari hal-hal yang tidak di-ingin-kan.

Insya Allah kami sekeluarga akan ke Cimahi guna silahturahmi ke BoNyoknya girl-friend adik gw. Mudah-mudahan ada titik terang :)
Friday, August 20, 2004 
0 comments



Paksa
Tujuhbelasan kemarin ada nilai-nilai yang terkoyak bagi kemerdekaan Ghiffari; terjajah. Kami menjadi limbung akan nilai-nilai kemerdekaan, saat dikemas dalam aneka lomba rakyat. Memang ini kali pertama bagi Ghiffari menandai arti kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan "gagah-berani" kita.

Ngeh, mudeng, ooh... Selain ada bendera merah-putih, ada yayah yang menang di final ping-pong pada jam setengah dua belas malam, juga 3 assist bagi hattrick Pak Dani di pertandingan Sepak bola yang kontoversi, yang memicu ngambek sebagian orang-orang blok depan karena protes offside-nya tidak digubris wasit, ada mamah yang kecewa berat karena nasi gorengnya kurang garam, dari sebab tandemnya pengidap hipertensi, menyebabkan tidak masuk nominasi untuk ketiga-kali tujuhbelasan, ternyata ada juga sepeda hias buat aku, pikir Ghiffari.

Aku dan yayang sibuk menggunting kertas krep merah-putih, mengelem, dan menghias dengan waktu yang sempit. Ghiffari bersemangat, begitu juga dengan Jihan hingga menjadikan mulut kami ramai meminta mereka untuk tidak "sibuk" juga.

Tiba pada saatnya kolok Ghiffari datang, menghambat laju kebahagiaan kami untuk menyaksikan kali pertama Ghiffari bersepeda-hias. Percaya diri Ghiffari luntur seketika, apalagi kami terus memaksa. Bijak kami hanyut terbawa derasnya arus emosi.

Dengan agak lama membujuk, menumbuhkan percaya diri, akhirnya ia mau, dan mendapat nomor urut 36 yang diserahkan langsung oleh Pak Ifoed sebagai ketua panitia lomba.
Saat akan bergerak konvoi, lagi-lagi emosiku terpicu oleh kolok dan ketidak-pede-an Ghiffari. Kembali memaksa, tidak berhasil. Keluar dari barisan konvoi, bergerak berlawanan arah menuju lomba layang-layang untuk para ayah. Wah...

Alhasil, Yayang cuma bilang... jangan dipaksa !!!

Aku berfikir; Memaksakan kehendak pada orang lain adalah bagai menjajah kemerdekaannya. Maafkan Yayah Ghiffari. Yayah cuma ingin kamu bersemangat, bergembira, merasakan kemerdakaan setahun sekali, menikmati bersama anak-anak yang lain. Karena... andai kamu tahu, nak; besok kita semua kembali terjajah. Di paksa menyaksikan KKN dari penjajah-penjajah sawo-matang. Kembali ke negeri para penyamun yang santun melantun janji-janji yang membuat pikun.

Maafkan Yayah; Merdekalah harapanku !!!
Wednesday, August 18, 2004 
0 comments



Gratis
Masjid limapuluh persen rampung, tampak lengang selepas bada Isya. Jamaah yang tidak lebih dari lima belas orang itu telah lekas pulang, kembali kepada buah dan belahan jiwanya masing-masing.

Tinggallah aku dan kartunis Ifoed Kokkang yang kebetulan menjadi bagian dari jamaah kami, dan kerap meng-imami kami. Tampak di luar Ghiffari mendapat arahan dari Pak Gunadi untuk tidak nakal dan cepat masuk kedalam Masjid limapuluh persen rampung, swadaya, siap terdonasi oleh kalian, itu juga kalau mau, ngga nolak kok ;)

Malam itu ada beberapa hal yang dibicarakan, antara lain mengenai TPA. Aku mempunyai pandangan, boleh dikatakan juga prinsip. Melihat tetangga sebelah rumahku, Pak Sis, seorang Gembala yang kerap mengadakan Sekolah Minggu di Sabtu sore dengan menggunakan pola jembut bola. Anak-anak yang bertempat tinggal jauh dari kediaman Pak Sis di antar-jemput oleh Pak Sis sendiri. Setelah pulang mereka mendapat snack. Tampak anak-anak belajar agama dengan girang.

Dalam pandanganku, agama adalah tataran nilai-nilai dengan ruh rahmatan lil 'alamin, menjadi rahmat/kebaikan yang dirasakan oleh segenap alam dan isinya. TPA adalah bagian dari agama, idealismenya adalah GRATIS sebagai wujud rahmatan lil 'alamin. Namun nampaknya kedua sahabat Orang Biasa kurang setuju, dengan asumsi dasar bahwa gratis menunjukan ketidak-seriusan dalam penyelenggaraan. Dengan melihat contoh bahwa seminar yang yang gratis tidak akan dihadiri oleh orang-orang karena ke-gratisan-nya yang berasumsi tidak bonafid, tidak jelas dan tidak bermutu. Nampak Pak Gunadi lebih banyak bercakap dan Mas Ifoed Kokkang lebih pada mengangguk tand bersetuju.

Apakah aku yang salah dalam meletakkan idealisme atau bagaimana ?

Mas Ifoed Kokkang juga kurang setuju dengan dalih justru untuk sebuah penghargaan beragama, rela berkorban, harus berdonasi lebih banyak dari yang ditetapkan oleh iuran wajib. Dengan berasumsi, seharusnya kolom shodaqoh suka-rela harus lebih besar dari iuran wajib sebesar sepuluh ribu, yang mencerminkan kesungguhan beragama.

Namun demikian aku bersyukur, Alhamdulillah. Kas TPA masih bersaldo positif dengan nilai hampir sebesar lima ratus ribu rupiah, dengan kondisi anak-anak sudah bisa menikmati meja belajar. Meski bekas, hibah dari Hamba Allah Sawangan-Depok (semoga Allah melipat gandakan pahalamu) namun dengan peremajaan tidak lebih dari tiga ratus ribu rupiah, nampak seperti baru, cerah hijau toska, alternatif pilihan warna Sang Kartunis. Anak-anak terbebas dari uang pendaftaran juga iuran bulan Juli. Semua ter-cover oleh Donasi Hamba-hamba Allah yang Tuhan gerakkan hatinya (Semoga Allah memberikan banyak kebaikan pada mereka semua. Amin). Guru-guru sudah terbayar insentifnya untuk bulan Juli sesuai janji subsidi DKM. Alhamdulillah.

Atau aku yang terlalu berlebih, berharap banyak ?
Bagaimana menurut kalian ?
Wednesday, August 11, 2004 
0 comments



Getting Older
Melihat Ghiffari dan Jihan yang tumben terlelap jelang setengah sepuluh malam, menatap wajah-wajah kelelahan puas bermain. Melihat Yayang asyik menjahit satu-satu payet pada baju kebaya, bruket merah hati yang harus siap di kenakan di hari Minggu, 8 Agustus besok. Terlihat cantik saat dicoba, meski badannya kini tidak lagi selangsing saat awal-awal menikah, naik 6 kiloan katanya.
"Setahun naik sekilo nih A..", guraunya.
"Hehe..he... Jangan dong", protesku.
"Kalau setahun pernikahan naik sekilo, kalau 25 tahun pernikahan naik 25 kilo. Wah.. bisa nyaingin Hughes dong". Oops. *peace* :grin

"Udah ngapalin belom ?", Yayang berharap aku sudah hafal, saat menjadi wali nikah kali pertama.
"Nanti dibaca aja", sedikit merajuk, alternatif lain kalau-kalau sampai waktunya belum juga hafal.
"Udah sini ! Ngapalin sama aku", Yayang terus mencoba.
Aku cuma terdiam, berharap dan berdo'a semoga saat waktunya semua berjalan dengan lancar.

"Bismillahirrohmanirrohimilhamdulillah,
Washolatu wassalamu 'ala rosulillah,
Sayyidina
......
Yaa... fulan bin fulan,
Zawwaj-tuka wa an-kahtuka,
....
Saya nikahkan engkau, dan saya kawinkan engkau dengan adik saya..."

Siap ngga siap, mau ngga mau,
kita semua bakalan tua, kecuali kalo kita mati muda....!

Thursday, August 05, 2004 
0 comments



Komunikasi Seksual
Tulisan ini berdasarkan cerita yang berkembang di tempat kerja Yayang, 10 - 15 tahun yang lalu. Ketika itu Yayang cuma menjadi pendengar setia, belum memahami dengan benar, baik materi pembicaraan maupun arah dan maksud pembicaraan. Ya, itu dapat dimaklumi, karena pendidikan seks bagi keluarga Yayang adalah sesuatu yang tabu, tidak pantas.

Adat ketimuran, budaya, bahkan pemahaman sempit syariah menyebabkan perempuan mengambil posisinya cuma pada batas obyek. Dalam bahasa lain, membicarakan ketidak-puasan seksual, meminta kegiatan seksual, mewujudkan fantasi seksual, dan hal-hal seksual lainnya, adalah sesuatu yang tidak pantas, tabu.

Berbagi fantasi seksual (baca: selama masih frame syar’i) lalu mengkomunikasikannya dengan pasangan, tentu akan menumbuhkan rasa interaksi yang tinggi bagi kegiatan seksual masing-masing pasangan. Juga mengkomunikasikan tingkat kepuasan seksual pasca kegiatan seksual, tentu akan berdampak baik bagi kelangsungan kehidupan seksual itu sendiri.

Berdasarkan cerita-cerita yang kudengar dari Yayang, aku berkesimpulan bahwa, keutuhan sebuah Rumah Tangga salah satu indikatornya adalah komunikasi seksual. Hambatan komunikasi seksual adalah salah satu pemicu berkembangnya perselingkuhan, perilaku seks menyimpang bahkan perceraian.

Ada pendapat lain ?