ABOUT
Orang Biasa
Baihaqi 38 Tahun
Orang Biasa
1 Istri 3 Anak
Serpong Indonesia
Biasa aja...
bersahaja dalam keseharian
melaruti hari dengan harapan
mencoba menata asri
taman surga dihalaman hati
PREVIOUS POSTS
Kenapa sih ? Kok ngebom ?
Identitas
Angin Sorga
Cimahi-Dago Pelajaran Sebuah Kepedulian
Sang Lelaki Di Antara 100 Perempuan
Cemburu
Dahulu Aku Adalah Lelaki Jahat
Cinta dan Uang
Paksa
Gratis

ARCHIVES
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
SHOUTBOX
SYNDICATE
RSS Atom

Subscribe with Bloglines
Tembus Pandang
Dahulu. Jauh sebelum Yayang mengisi kekosongan hati ini dalam mengarungi sisa hidup. Ketika masih aktif meramu nada-nada lagu buah obsesi senja hari. Ada banyak kendala saat harus menulis lirik. Waktu itu banyak kata-kata berbicara mewakili nada-nada minor, meski saat itu aku tengah jatuh cinta pada nada-nada mayor.

Memang harus diakui kalau menulis lirik bukan spesialisku. Meski demikian, bila kegalauan hati menerpa, berbaris-baris bait sedih memancing isak tangis mengalir deras menghanyutkan.

Seperti sekarang ini, menulis di Blog sebagai sebuah representasi hati bak meracik nada-nada wujud sebuah lagu curahan hati, tidaklah persis sama seperti sepuluh tahun lalu. Meski banyak hal mampir di imaji, sebuah realitas personifikasi empati pada tiap-tiap kejadian, tetaplah tidak se-greget kala menampar hari, menjerit keras teriakan kalbu menempa kasih.

Aku tidak lagi semuda seperti sepuluh tahun yang lalu. Yang liar dalam imaji, namun beku dalam kasih. Yang gelap dalam terang. Sesat di hutan rambu. Menembus pandang langkah-langkah musafir haus jiwa beriring-iringan menuju oase kedamaian.

Kini. Aku belum mau tua, meski aku tahu bayanganku terus beranjak tinggalkan jejak muda. Sudah sampaikah aku pada sebuah oase dimana para musafir haus jiwa beriring-iringan menuju oase kedamaian ? Tinggal sehastakah ? Sedepakah ? ataukah aku masih butuh tumpangan ? Lamban perlahan mengejar jalan. Menengadah langit penuh bintang, kompas alam, seraya berharap tak lagi tersesat di hutan rambu.

"Yayah... Yayah...", Jihan menyentakku dengan senyum tawanya yang khas.
"Mana gigi gedenya...", tawaku menyambut seringainya.
Tuesday, September 14, 2004 
0 comments