ABOUT
Orang Biasa
Baihaqi 38 Tahun
Orang Biasa
1 Istri 3 Anak
Serpong Indonesia
Biasa aja...
bersahaja dalam keseharian
melaruti hari dengan harapan
mencoba menata asri
taman surga dihalaman hati
PREVIOUS POSTS
Underline Buat Qky
Tembus Pandang
Kenapa sih ? Kok ngebom ?
Identitas
Angin Sorga
Cimahi-Dago Pelajaran Sebuah Kepedulian
Sang Lelaki Di Antara 100 Perempuan
Cemburu
Dahulu Aku Adalah Lelaki Jahat
Cinta dan Uang

ARCHIVES
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
SHOUTBOX
SYNDICATE
RSS Atom

Subscribe with Bloglines
Cita, Angan dan Harapan
Cita '92
ada yang bernanah disudut hati
cita terkoyak lukai hari
waktupun bagai mega
bilakah nyata kan meraga jua

warna-warna kian jadi fantasi
bagai pelangi janji-janji
kadung membius sukma
bilakah maya kan bersimpuh nyata

oh lepaskan
mengapa kian merasuki sanubari
oh lepaskan
mengapa kian menjadi tak terkendali

kaca bercermin buram
kata jelaga sekam
oh mestikah kian terobsesi di senja hari

***

"Abang Ai kalau udah besar mau jadi apa Bang ?"
"Power Rangers Galaxy yang merah"

***
Sejalan derap langkah usia kita, cita-cita terus berubah-ubah hingga suatu masa dimana semua pragmatisme melingkupi kita dan lekat mematut hari-hari kita. Bisa jadi pernyataan diatas menjadi sesuatu yang ngawur dan asal. Memang banyak orang yang berketetapan cita menjadi sesuatu seperti yang diharapkan bahkan tak jarang sesuai dengan yang diinginkan, dan terus berusaha untuk menggapainya. Salut buat mereka.

Ketika kecil, dengan seragam putih-merah biasa ketika dengar profesi Dokter, Insinyur, Guru, Tentara, dan banyak lagi profesi-profesi yang menggambarkan sebuah kemapanan dan status sosial yang baik dimata masyarakat pada umumnya menjadi pilihan spontan, asal, bagi rata-rata anak usia SD.

Pilihan menjadi lebih beragam saat usia SMP. Seiring dengan pubertas yang tumbuh, genit dan manja, jerawat, serta perubahan besar pada tubuh dan suara, pilihan menjadi model, bintang film, artis dan ruang lingkup yang tidak jauh-jauh beranjak dari seputar film, sport dan seni dan media, menjadi angan cita sejumlah besar pilihan utama. Apalagi bagi mereka yang punya modal dasar wajah dan tubuh sedap dipandang.

Kebimbangan atau bisa juga kebulatan sebuah cita menjadi lebih mengkerucut, meruncing, siap menusuk jati-diri seragam abu-abu yang mulai tumbuh mencari bentuknya. Banyak pula yang mulai ranum citanya.

Dibangku kuliah cita menjadi lebih fokus dan terarah, menemukan jalannya. Gambaran menjadi lebih jelas dan detil. Disini bukan bagaimana cita itu dipilih, tetapi bagaimana cita itu diraih, dengan apa dan bagaimana. Strategi, situasi dan kondisi mulai lebih berwarna dan terencana.

Aku telah mendapati citaku, dan telah ku kubur tanpa nisan untuknya. Biarkan ia menjadi mummi angan dan harapanku. Bukan salah siapa-siapa ? Semua salahku.

Kini meski cuma sebagai Tenaga Outsourcer di Bank Indonesia -- Direktorat Luar Negeri, Bagian Ekspor Impor, Gedung B Lantai 4 -- yang mempunyai harapan pada setiap tahun perbaharuan kontrak kerja (mudah-2an dikontrak lagi :D), guna menyambung hidup, patut disyukuri.

Meski cuma setingkat G.II wilayah otoritas kerja, itu pun dengan keterbatasan otoritas pada sistem SWIFT mediasi antar Bank seluruh dunia, patut dihargai.

Namun demikian, kala membaca "Penulis sebagai Sebuah Alternatif Karier" sebuah esai dari Onno W. Purbo -- seseorang yang aku kagumi dari sejak ia menulis tentang radio paket di MIKRODATA sekitar tahun 93-an kala saat aku masih aktif tercatat sebagai siswa Teknik Komputer STMIK Bina Nusantara (tidak selesai)-- pada galeri esai cybersastra.net sedikit menggelitik.

Yang pasti menjadi Penulis bukanlah suatu hal yang gampang dilakoni, namun juga bukan suatu hal yang mustahil nikmat dijalani.

Kebebasan dan kemerdekaan menyampaikan sesuatu yang dapat berarti, minimal bagi dirinya terlebih-lebih bagi orang lain, tentu akan menangguk juga pahala dan tidak sedikit rejeki, begitu pernyataan Onno W. Purbo yang boleh digaris-bawahi. :)

Blog sebagai alternatif sebuah (latihan) penulisan siap menampung tumpahan gerak rasa dan pikiranku. Meski (sampai saat ini) cuma sebatas guratan kecemasan dan harapan, namun setidaknya liat positivisme-nya kerap melebarkan senyum diakhir kilk publiikasi. Aku bisa, meski tak mampu I don't mind, what ever I say, it's O.K, evrythin' I write it's allright :P.

Friday, September 24, 2004 
2 comments




blog memang kayak koran-koran kita sendiri ya. kita yang nulis, kita yang ngelay-out, kita yang ngedit. semuanya bebas. nggak ada redaktur yang nyensor. satu-satunya editor ya hati nurani kita sendiri.

dulu saya pernah bercita² jadi Diplomat, insinyur, nahkoda. Eh malah kecebur di personalia :D

Post a Comment  Home