ABOUT
Orang Biasa
Baihaqi 38 Tahun
Orang Biasa
1 Istri 3 Anak
Serpong Indonesia
Biasa aja...
bersahaja dalam keseharian
melaruti hari dengan harapan
mencoba menata asri
taman surga dihalaman hati
PREVIOUS POSTS
Salam Terakhir
Komentar
Free PHP Host
Rumah Cinta Keluarga Ra'uf II
Rumah Cinta Keluarga Ra'uf I
Bakpao Ramadhan
'Ngaso...
Ide
Pede
Obat "Kuat"

ARCHIVES
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
SHOUTBOX
SYNDICATE
RSS Atom

Subscribe with Bloglines
Tutun...
Menjelang usia empat tahun, Desember nanti, nampaknya sosialisasi Ghiffari tidak lagi cuma seputar orang-orang terdekat. Sekarang sudah ada Arieq, Akbar, Febry, Rio, Dede, selain Zulfan dan Afiff. Dan nampaknya Arieq makin lengket dengan Ghiffari. Mungkin dikarenakan kesukaan yang sama, ya... Power Rangers.

Ranah imaji khas balita, membuat mereka asyik menjadi super-hero sesuka hati. Betah, hingga harus di jemput untuk makan siang, dan tentunya dengan sedikit paksaan serta adu argumentasi.

Selepas belajar di TKA/TPA tak langsung kembali kerumah guna bersalin Koko, justru Yayang yang harus menjemput tas dan peci. Sepeda dengan dua roda kecil sebagai penyangga siap dikayuh menuju lapangan Bulutangkis, tepat ditengah-tengah Kompleks Perumahan Sederhana. Mewarnai senja bersama anak-anak yang lain hingga RX-King Yayah melintas di jelang Maghrib pertanda usai, siap kembali ke rumah.

Komunikasi mereka kadang menyemburatkan keterkejutan pada kosa-kata yang pantas hanya untuk preman. Serapan yang mengkhawatirkan. Ketidak-setujuan Yayang memunculkan ketegasan, meski bukan terucap dari anak laki-laki kesayangannya sekalipun. Dampak pergaulan tetap terasa meski pada balita.

Alhamdulillah, kami punya "tutun", kosa-kata berkonotasi negatif yang dapat diterapkan pada semua kalimat negatif. Luas, lebih enak di dengar dan tidak menimbulkan sakit hati bagi yang mendengarkan, bahkan tidak jarang memancing tawa.

Teringat kala Ghiffari kesulitan mengeja huruf es pada kata susu di usia satu setengah tahunan. Saat menjelang tidur, dengan gaya bossy meminta sesegera mungkin susu formula tersaji dingin di botol (ya, mungkin cuma Ghiffari yang meminum susu formula dengan es batu, tersaji dingin di botol).
"Ma-Yah... tut-tuuuu". (Ia suka memanggail Maya untuk singkatan Mamah Yayah)
"Apa ? Su...su", aku coba membetulkan ucapannya.
"Tu..tu", usahanya tak berhasil, meski bibirnya telah coba berusaha berulang-kali.
"Tutu...tutu... Tutun kali", menggoda sebelum ngambeknya tiba memancing tangis (agak lama lho membuat es susu). Eh... malah ketawa.
"Tu...tun", ketawanya makin jadi.
"Hahaha..Tu..tun", ketawanya lebih dahulu dari ucapannya.
Sejak malam itu "tutun" menjadi bagian dari hidup kami hingga hari ini.

Guna menggoda, mengungkapkan jengkel, menilai sesuatu/seseorang jelek, payah, marah, sumpah-serapah, serta semua hal yang berkonatasi negatif, kini kami cukup dengan menyertakan kata "tutun". Dan kini tidak cuma kami sekeluarga yang memahami, keluarga Yayang dan aku juga sudah bisa menggoda Ghiffari dengan "tutun".

Aku pernah melihat di Sabtu pagi, sebuah Talk Show stasiun Televisi swasta yang membahas seputar bahasa negatif dari balita. Penyerapan kata-kata berkonotasi negatif -- dari yang jorok hingga yang terdengar kasar dan memuakkan -- lebih dimungkinkan didengar lewat kata-kata yang diucapkan oleh orang-tua mereka sendiri. Peran para orang-tua, juga orang-orang dewasa disekitar balita diharapkan hanya memperdengarkan kata-kata yang baik. Hindari mengucapkan kata-kata yang buruk didekat balita (Seperti orang-orang tua kita dahulu, yang hanya berantem dikamar). Demikian kesimpulan moderator di penghujung acara dengan menyisakan langkah efektif guna memperbaiki keterlanjuran bagi anak yang suka mengumpat, menyumpah-serapah.

Menurutku para orang-tua perlu juga menciptakan kata baru semisal "tutun" guna mengeliminir penggunaan kata-kata negatif yang beragam itu (kebun binatang, kelamin, kelainan dll). Apalagi jika diucapkan dengan intonasi dan ekspresi jenaka guna menghindari sakit-hati.

"Yah... Yah... Abang beli spider-man nih...ada lampunya... tuh bisa nyala..."
"Yah... Lihat deh Yah... Yah... Yaa.. Yaaaahh...."
"Abang Ai mah tutun deh... Beli mainan terus..."
Tuesday, September 28, 2004 
5 comments




anak² emang paling seneng meniru, makanya di rumah kalo ada sinetron yg suka pake bahasa yg kasar, jorok & ga baik, ponakan²s ga boleh nonton. takut mereka meniru gaya bicara yg kurang baik. kadang mereka juga menyebutkan kata² yg kurang baik, trus saya bertanya "tadi ngomong apa??, ga boleh ngomong gitu lagi ya. ga baik" (*sambil senyum simpul biar mereka nda takut*) ;)

anak2 selalu mendengar dari lingkungannya, walaupun dirumah diajarkan yang baik2, eh malah diluar dapat yang aneh2, makanya saya suka mengajak mereka untuk bercerita tentang apa saja yang dialami hari ini, jadi deh laporan "bu tadi si ni omong ini *jorok2* artinya apa sih bu, huh rasanya sebal sama lingkungan, tapi ya gimana, jadi saya cuma bilang oo itu ga pantas *kalau artinya kasar/jorok*, oo ini artinya blabla *kalau sesuatu yang baik*.. selamat mendidik anak..

Di dekat rumah ada sebuah keluarga "ajaib", begitu kami menjuluki. Punya tiga anak, yg terkecil lelaki usianya merangkak empat. Yg pertama lelaki es em pe, yg tengah perempuan msh esde. Yg bungsu ini fasih sekali mengeja koleksi bonbin kalau sedang marah atau bersilat lidah. Pertama, takjub juga kami dan terbit khawatir tertiru putri kecil yg sdg giat belajar bertutur. Tapi yg lbh bikin takjub lagi bbrp wkt lalu, ia bersitegang dg temannya lalu bersilatlidahlah ia. Dan sertamerta meluncur deretan nama hewan kaki empat. Dari jendela saya melihat, ibunya yg sdg mengobrol dg tetangga berbatas pagar tak bereaksi apa-apa! Asyik saja ngobrol, spt tdk ada apa2. MasyaAlloh!!! Selain orang tua, orang dewasa dirumah dan di sekitar adalah guru bagi anak2 kita. Krn merekalah yg berpengaruh membentuk sistem nilai etika, perilaku, susila dan kesantunan buat anak2 kita. Smg Alloh melindungi keluarga kita. Amien

eh pak ngomong2 soal kredit, sbg pengusaha lemah se-umur2 saya ga pernah dapat kredit, susah and ribet ngurusnya, tapi kalau kredit rumah and mobil huh gampang banget. makanya saya amat sangat sakit hati ketika bank2 dulu kasih konglo2 BLBI dsbnya itu yang akhirnya mana? gilak deh! padahal pengusaha lemah itu tidak pernah menunggak..! *bebusa deh kalau omong soal ini..*

eh pak btw anda org pemerintahan bukan? hihi aku trauma sama pegawai pemerintah... maap ya kalau iya! hidup pengusaha lemah banget seperti saya!

eh pak itu comment diatas (ttg kredit) dari saya lho >> rieke << lupa sign in..

Post a Comment  Home

Cita, Angan dan Harapan
Cita '92
ada yang bernanah disudut hati
cita terkoyak lukai hari
waktupun bagai mega
bilakah nyata kan meraga jua

warna-warna kian jadi fantasi
bagai pelangi janji-janji
kadung membius sukma
bilakah maya kan bersimpuh nyata

oh lepaskan
mengapa kian merasuki sanubari
oh lepaskan
mengapa kian menjadi tak terkendali

kaca bercermin buram
kata jelaga sekam
oh mestikah kian terobsesi di senja hari

***

"Abang Ai kalau udah besar mau jadi apa Bang ?"
"Power Rangers Galaxy yang merah"

***
Sejalan derap langkah usia kita, cita-cita terus berubah-ubah hingga suatu masa dimana semua pragmatisme melingkupi kita dan lekat mematut hari-hari kita. Bisa jadi pernyataan diatas menjadi sesuatu yang ngawur dan asal. Memang banyak orang yang berketetapan cita menjadi sesuatu seperti yang diharapkan bahkan tak jarang sesuai dengan yang diinginkan, dan terus berusaha untuk menggapainya. Salut buat mereka.

Ketika kecil, dengan seragam putih-merah biasa ketika dengar profesi Dokter, Insinyur, Guru, Tentara, dan banyak lagi profesi-profesi yang menggambarkan sebuah kemapanan dan status sosial yang baik dimata masyarakat pada umumnya menjadi pilihan spontan, asal, bagi rata-rata anak usia SD.

Pilihan menjadi lebih beragam saat usia SMP. Seiring dengan pubertas yang tumbuh, genit dan manja, jerawat, serta perubahan besar pada tubuh dan suara, pilihan menjadi model, bintang film, artis dan ruang lingkup yang tidak jauh-jauh beranjak dari seputar film, sport dan seni dan media, menjadi angan cita sejumlah besar pilihan utama. Apalagi bagi mereka yang punya modal dasar wajah dan tubuh sedap dipandang.

Kebimbangan atau bisa juga kebulatan sebuah cita menjadi lebih mengkerucut, meruncing, siap menusuk jati-diri seragam abu-abu yang mulai tumbuh mencari bentuknya. Banyak pula yang mulai ranum citanya.

Dibangku kuliah cita menjadi lebih fokus dan terarah, menemukan jalannya. Gambaran menjadi lebih jelas dan detil. Disini bukan bagaimana cita itu dipilih, tetapi bagaimana cita itu diraih, dengan apa dan bagaimana. Strategi, situasi dan kondisi mulai lebih berwarna dan terencana.

Aku telah mendapati citaku, dan telah ku kubur tanpa nisan untuknya. Biarkan ia menjadi mummi angan dan harapanku. Bukan salah siapa-siapa ? Semua salahku.

Kini meski cuma sebagai Tenaga Outsourcer di Bank Indonesia -- Direktorat Luar Negeri, Bagian Ekspor Impor, Gedung B Lantai 4 -- yang mempunyai harapan pada setiap tahun perbaharuan kontrak kerja (mudah-2an dikontrak lagi :D), guna menyambung hidup, patut disyukuri.

Meski cuma setingkat G.II wilayah otoritas kerja, itu pun dengan keterbatasan otoritas pada sistem SWIFT mediasi antar Bank seluruh dunia, patut dihargai.

Namun demikian, kala membaca "Penulis sebagai Sebuah Alternatif Karier" sebuah esai dari Onno W. Purbo -- seseorang yang aku kagumi dari sejak ia menulis tentang radio paket di MIKRODATA sekitar tahun 93-an kala saat aku masih aktif tercatat sebagai siswa Teknik Komputer STMIK Bina Nusantara (tidak selesai)-- pada galeri esai cybersastra.net sedikit menggelitik.

Yang pasti menjadi Penulis bukanlah suatu hal yang gampang dilakoni, namun juga bukan suatu hal yang mustahil nikmat dijalani.

Kebebasan dan kemerdekaan menyampaikan sesuatu yang dapat berarti, minimal bagi dirinya terlebih-lebih bagi orang lain, tentu akan menangguk juga pahala dan tidak sedikit rejeki, begitu pernyataan Onno W. Purbo yang boleh digaris-bawahi. :)

Blog sebagai alternatif sebuah (latihan) penulisan siap menampung tumpahan gerak rasa dan pikiranku. Meski (sampai saat ini) cuma sebatas guratan kecemasan dan harapan, namun setidaknya liat positivisme-nya kerap melebarkan senyum diakhir kilk publiikasi. Aku bisa, meski tak mampu I don't mind, what ever I say, it's O.K, evrythin' I write it's allright :P.

Friday, September 24, 2004 
2 comments




blog memang kayak koran-koran kita sendiri ya. kita yang nulis, kita yang ngelay-out, kita yang ngedit. semuanya bebas. nggak ada redaktur yang nyensor. satu-satunya editor ya hati nurani kita sendiri.

dulu saya pernah bercita² jadi Diplomat, insinyur, nahkoda. Eh malah kecebur di personalia :D

Post a Comment  Home

Underline Buat Qky
Ada banyak alasan orang bekerja. Mulai dari yang paling hakiki semisal kesejahteraan, keluar dari kemiskinan, sampai pengaktualisasi bakat dan kemampuan diri. Dari berbagai macam alasan, aku yakin kalau kesejahteraan adalah yang paling banyak dan menjadi alasan utama orang bekerja.

Dalam kegiatan bekerja, ada banyak pula faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan seseorang dalam bekerja. Baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Mentalitas, dedikasi, loyalitas adalah merupakan hal utama dari faktor internal. Sedang Insentif, Gaji tentunya, kesempatan promosi guna peningkatan karir, lingkungan kerja sampai lokasi kerja adalah merupakan faktor-faktor utama yang bersifat eksternal.

Faktor internal adalah penentu utama keberhasilan seseorang dalam bekerja, namun demikian faktor-faktor eksternal sangat memungkinkan untuk memainkan turun-naiknya faktor-faktor internal. Kita bisa ambil contoh, jika seseorang bekerja tanpa ada (kemungkinan) peningkatan dalam berkarir, gaji yang relatif tidak mencukupi (setidaknya untuk standart Jakarta dan sekitarnya) juga lokasi kerja yang berjarak melelahkan, tentu akan berdampak langsung pada tingkat loyalitas dan mentalitas kerja.

Guna mendapat titik temu yang relatif ideal bagi kedua faktor guna memainkan peran yang kondusif, baik bagi pekerja maupun perusahaan tempat dimana mereka bekerja, salah satunya adalah prinsip keseimbangan. Dalam pengertian, seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa-apa yang mereka usahakan. Ini lebih adil dan transparan. Kondusif di lingkungan yang kompetitif, sehingga orang akan lebih "mobile" dan fokus pada kapasitas ruang otoritasnya. Meskipun demikian faktor resiko semisal like & dislike sebagai "virus" prinsip profesionalitas tetap harus diperhitungkan.

Rotasi sebagai kiat mengatasi kejenuhan dalam bekerja, bisa lebih efektif jika ditambahkan juga sedikit "tantangan-tantangan kerja", baik bersifat internal maupun eksternal. Dengan masa kerja lebih dari 5 tahun dengan wilayah serta otoritas yang sama, sangat memungkinkan menjadi pemicu kejenuhan (apa lagi kalau ekskalasi gaji & insentif asyik "manda").

Setiap pekerja pasti mempunyai target setidaknya untuk 5 tahun ke depan. Capaian-capaian apa saja yang harus di selesaikan dan diharapkan berhasil, baik dari segi produktivitas kerja maupun kompensasi kerja. Perencanaan kerja setelah menikah, berkeluarga, dan mempunyai anak-anak tentu tidaklah diharapkan sama seperti saat asyik sendiri.

Manajemen hati juga penting, setidaknya menjadikan rambu-rambu buat kita dalam bergulat di wilayah dan suasana yang kompetitif. Kalau boleh mengutip:

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 4:32)

Meski ayat ini turun dengan konteks waris, setidaknya ada tata nilai yang universal bagi prinsip-prinsip profesionalitas guna kita garis bawahi.

*****
Untuk Yayang dan anak-anak tercinta, mungkin usaha Yayah belum maksimal guna membahagiakan kalian semua. Insya Allah keberkahan ada pada tiap-tiap sesuatu yang kalian kenakan, yang kalian makan dan yang kalian belanjakan serta kalian sedekahkan. Meski sedikit, meski ngga keren, meski terbatas, namun setidaknya itulah yang telah Yayah usahakan menjadi milik kita. Milik kita sendiri.
Friday, September 17, 2004 
6 comments




This comment has been removed by a blog administrator.

coba

coba terus.... :D

coba terus.... :D

berhubung nda ada shoutboxnya jadi nulis disini aja deh....
Baihaqi kan nama ente?? kalo kemaren ponakan ane tak kasih nama itu kembar donk :P

doain aja pak, semoga presiden yg terpilih bisa melaksanakan amanahnya di jalan Allah, amin.

pak, sbnya kok ga ada sih????

justru itu kalo kembaran sama orang keren, salah 1nya mesti tersaing nantinya :D :P

Post a Comment  Home

Tembus Pandang
Dahulu. Jauh sebelum Yayang mengisi kekosongan hati ini dalam mengarungi sisa hidup. Ketika masih aktif meramu nada-nada lagu buah obsesi senja hari. Ada banyak kendala saat harus menulis lirik. Waktu itu banyak kata-kata berbicara mewakili nada-nada minor, meski saat itu aku tengah jatuh cinta pada nada-nada mayor.

Memang harus diakui kalau menulis lirik bukan spesialisku. Meski demikian, bila kegalauan hati menerpa, berbaris-baris bait sedih memancing isak tangis mengalir deras menghanyutkan.

Seperti sekarang ini, menulis di Blog sebagai sebuah representasi hati bak meracik nada-nada wujud sebuah lagu curahan hati, tidaklah persis sama seperti sepuluh tahun lalu. Meski banyak hal mampir di imaji, sebuah realitas personifikasi empati pada tiap-tiap kejadian, tetaplah tidak se-greget kala menampar hari, menjerit keras teriakan kalbu menempa kasih.

Aku tidak lagi semuda seperti sepuluh tahun yang lalu. Yang liar dalam imaji, namun beku dalam kasih. Yang gelap dalam terang. Sesat di hutan rambu. Menembus pandang langkah-langkah musafir haus jiwa beriring-iringan menuju oase kedamaian.

Kini. Aku belum mau tua, meski aku tahu bayanganku terus beranjak tinggalkan jejak muda. Sudah sampaikah aku pada sebuah oase dimana para musafir haus jiwa beriring-iringan menuju oase kedamaian ? Tinggal sehastakah ? Sedepakah ? ataukah aku masih butuh tumpangan ? Lamban perlahan mengejar jalan. Menengadah langit penuh bintang, kompas alam, seraya berharap tak lagi tersesat di hutan rambu.

"Yayah... Yayah...", Jihan menyentakku dengan senyum tawanya yang khas.
"Mana gigi gedenya...", tawaku menyambut seringainya.
Tuesday, September 14, 2004 
0 comments



Kenapa sih ? Kok ngebom ?
Buat para "anti-kemanusiaan" piss donk, kenapa sih ? kok pake nge-bom ?
Seneng ya liat orang mati, ketakutan, sedih, geram dan segudang perasaan ngga enak lainnya. Coba deh kalo situ jadi orang yang mati atau terluka karna bom, kira-kira mau nggak ?

***
Turut berduka cita... :(

PS: Mudah-mudahan bukan mengatasnamakan "Agama"
Thursday, September 09, 2004 
0 comments



Identitas
Dimana orang Indonesia ?
Seperti apa rupa wajahnya ?
Bagaimana gaya bicaranya ?
Apakah tampak serasi dalam busana ?

Pernah makan rujak ?
Jikalau pernah, itulah Indonesia !

***
Kira-kira siapa ya... yang pantes jadi Tukang Rujak. Nge-dorong gerobak ngelewatin prapatan yg kagak ada lampu merah-nya.

Asin keringet, pedes mata kena asap kenalpot, manis senyum banyak yang beli. Inget ! Dicuci dulu tuh be-buah-an, jangan sampe yg beli pada sakit perut. Ntar gerobak loe digoyang, limbung trus jatuh, pada ancur dah tuh buah, kagak bisa dimakan !! Percuma kan :P
Tuesday, September 07, 2004 
0 comments



Angin Sorga
Baru kena hembusannya aja udah mo fly, gimana kalau bener-bener diterbangin ke sono. :D

***
Jangan sampe masuk angin kalo ngga mao dikerokin :-P
Wednesday, September 01, 2004