Anak Cermin Orang Tua ?
Mungkinkah karakter seseorang emang terbentuk sejak dia dilahirkan ? Yang menyebabkan tiap orang adalah karakter yang unik. Memahami Ghiffari haruslah dibijaki dengan memahami Jihan dalam keunikan yang lain. Jihan yang dengan mudah berinteraksi dengan sebayanya, yang terjatuh lalu bangun dan terus berlari sambil ketawa, bercanda; tentu amat berbeda dengan Ghiffari yang tergambar jelas ketergantungan/kolokannya yang termanipulasi, yang kadang dalam eskalasi sabar menjadi pemicu ledakan galak kami; meski selalu menjadi penyesalan bagi kami diujungnya, apalagi saat kami memandang wajahnya pada lelap tidurnya (kadang pake ngorok lho kalo kecapean maen).
Melihat Jihan menyanyi 'Burung Kakak Tua' dengan artikulasi batita 16 bulan membuatku tertawa, bangga, PNP apalagi gaya menarinya pada lagu 'Topi Saya Bundar' yang telah malang melintang sejak usia 12-13 bulan di ruang keluarga kami, membuatku tersadar bahwa darah seniku mengalir deras didirinya. Memencet tuts bilah nadapun terdengar minimalis pada nada sumbang, lebih bisa dinikmati ketimbang Ghiffari yang lebih 'nyaman' pada tempo (Sayang aku ngga jadi beli 'mini drum' --kata Yayang kemahalan-- padahal aku yakin Ghiffari pasti girang banget).
Ghiffari terlihat lebih cerdas dan nalarnya kadang membuat Yayang bingung harus menjawab apa pada pertanyaan-pertanyaan 'kejut'-nya , semisal:
"Ma, Kakek Mpi (Baba Nung) masuk ke 'sungai susu' (surga) apa ke 'sungai api'(neraka) ?"
Ia terlihat pintar memanipulasi tangis, kolok, sakit guna mendapatkan keinginannya, ia lebih 'hidup' bermain bersama anak yang lebih tua usianya 2 atau 3 tahun. Belas kasihnya, toleransi sesama temannya kadang terlihat seperti orang 'kebaekan' meski sering juga terbalas 'bakhil alias medit' oleh temannya yang juga kadang bikin Yayang sewot sendiri.
Memang kalau kita mau jujur sesungguhnya karakter mereka adalah cerminan kolaborasi karakter kita jua, baik ples maupun minesnya. Mereka adalah cerminan kita, yang harus kita eliminasi karakter minesnya yang masih terbawa oleh mereka. Kalau demikian, sesungguhnya kertas mereka tidaklah polos seputih kapas namun telah berwarna, apa warnanya ? kita lebih mengetahui gradasinya.
Wednesday, June 09, 2004
0 comments
Tadi
Tadi aku lihat bocah perempuan 8-10 tahun menggendong "kuda" 4-5 tahun adik perempuannya di pinggir jalan, mungkin karna sandal jepit yang di gunakan kebesaran atau juga masih mengantuk atau juga karna berat si Adik, entahlah ? Yang pasti mereka terjatuh saat si Kakak melangkah dan aku cuma bisa bilang Ya Allah, Ya Allah.
Tadi saat akan menyalip angkot yang seenak udelnya memposisikan kendaraannya aku ambil keputusan lebih baik memilih perlahan dan agak menepi. Seeorang Bapak dengan santai membuang kantong plastik berisi sampah ke tepi jalan dekat semak dan aku sempat melihat wajahnya dan si Bapak juga melihat aku lalu aku cuma bisa menggeleng tanda tak setuju sambil tancap gas meninggalkannya. Jadi ingat "Nenek" Hanni, 73 th yang menyatakan bahwa Bantar Gebang hanya menampung 18% sampah Jabotabek, dan sisanya ada di sungai, pinggir jalan, kebun, tanah lapang dan tempat-tempat yang bukan pada tempatnya untuk menampung sampah. Emang idealnya Jabotabek hanya boleh berpenduduk 1 Juta orang kurang, dan selebihnya di pulangkan ke daerahnya masing-masing atau di lokasikan di daerah kantong-kantong transmigran percontohan atau juga biar mereka di.... *Astaghfirullah-al-Azhim --kok jadi marah begini--*
Tadi setelah melewati Budi Luhur Jl.Raden Saleh pertigaan ...*apa ya namanya ??* terlihat 2-3 orang laki-laki membantu seorang ... *aku ngga tahu istilah/nama-nya yang pasti seorang lelaki bersepeda membonceng 2 sampai 3 karung beras untuk diantar entah kemana ? Mungkin ke toko beras atau ke rumah-rumah penduduk, entahlah ?* "pedagang beras" yang kulihat roda belakangnya sudah tidak bulat lagi dan 2 serta setengah karung berasnya "duduk" di aspal.
Tadi mendekati perempatan Serong "pasutri Vespa" hampir saja jatuh ke tengah jalan setelah lepas dari jalan pintasnya di "bukit" trotoar yang bikin pengendara motor harus extra hati-hati untuk mengakali macet.
Tadi di jalan banyak cerita, banyak nilai, banyak yang bisa dilhat, dan banyak juga yang tidak mau peduli.